KNPI Jabar Desak Pemkab Garut Buka Data Dana Panas Bumi DBH dan Bonus Produksi Mengalir, Desa Penghasil harus di Audit!!

ard-news.com- GARUT – Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Jawa Barat, Nyanyang Solehudin, melontarkan kritik pedas terhadap pengelolaan Dana Bagi Hasil (DBH) dan bonus produksi panas bumi yang diterima Pemerintah Kabupaten Garut. Di tengah geliat proyek panas bumi di Kecamatan Pasirwangi, Nyanyang mempertanyakan transparansi dan akuntabilitas pemanfaatan dana yang seharusnya menjadi hak masyarakat desa penghasil.

“Garut adalah salah satu daerah penghasil panas bumi terbesar di Jawa Barat. Tapi pertanyaannya: ke mana aliran Dana Bagi Hasil dan bonus produksi yang seharusnya menjadi hak masyarakat Pasirwangi dan desa-desa sekitarnya? Sampai hari ini, hasil pembangunan yang bersumber dari dana itu masih sulit dilihat secara nyata,” ujar Nyanyang, Kamis, 11 September 2025.

Regulasi Tegas, Laporan Kabur, Skema pengelolaan DBH dan bonus produksi panas bumi sejatinya diatur jelas.

UU Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi mengakui panas bumi sebagai sumber energi strategis dan menetapkan pola bagi hasil.

UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah memastikan distribusi pendapatan sumber daya alam ke daerah.

PP Nomor 28 Tahun 2016 mewajibkan perusahaan panas bumi membayar bonus produksi sebesar 1 persen dari pendapatan kotor langsung ke kas daerah.

PP Nomor 55 Tahun 2005 menegaskan skema dana perimbangan: 20 persen untuk pusat, 80 persen untuk pemerintah daerah, dengan setengah bonus produksi diprioritaskan bagi masyarakat sekitar proyek.

Namun, laporan resmi Pemkab Garut nyaris tak terdengar ke publik. “Berapa sebenarnya DBH dan bonus produksi yang masuk ke kas daerah setiap tahun? Bagaimana mekanisme distribusinya ke desa? Kenapa masyarakat Pasirwangi tidak merasakan dampak signifikan? Ini pertanyaan mendasar yang tak boleh diabaikan,” kata Nyanyang.

Desa Penghasil Tetap Terpinggirkan, Pantauan lapangan KNPI Jabar menunjukkan kondisi sejumlah desa penghasil di Pasirwangi masih memprihatinkan: jalan desa rusak, akses air bersih terbatas, dan program pemberdayaan minim. “Seharusnya dana sebesar itu sudah mampu menghadirkan jalan desa yang layak, fasilitas kesehatan memadai, dan program ekonomi untuk warga. Jika regulasi sudah tegas tapi hasilnya nihil, masalahnya jelas ada di pengelolaan,” ujarnya.

Pemuda Didorong Mengawal, Nyanyang menegaskan transparansi bukan pilihan, tapi kewajiban. Ia mendesak Pemkab Garut membuka laporan realisasi DBH dan bonus produksi secara periodik dan dapat diakses publik. “Dana panas bumi ini bukan milik segelintir pihak, melainkan hak rakyat. Masyarakat berhak tahu, memantau, dan menagih pertanggungjawaban,” tegasnya.

KNPI Jabar mengajak pemuda, akademisi, dan masyarakat sipil untuk turun tangan. “Generasi muda harus berani menuntut keterbukaan. Jangan biarkan dana miliaran rupiah dari panas bumi hanya jadi angka di laporan APBD, sementara desa penghasil tetap jalan di tempat,” pungkas Nyanyang.