JAKARTA -Ard-news. Com — Dalam momentum Hari Antikorupsi Sedunia yang diperingati setiap 9 Desember, Ketua Umum BPI KPNPA RI, Rahmad Sukendar, menyampaikan pernyataan eksklusif yang mengguncang ranah publik. Ia menyingkap kenyataan kelam bahwa praktik korupsi di Indonesia bukan sekadar pelanggaran hukum, melainkan telah berkembang menjadi budaya destruktif yang menggerogoti seluruh sendi kehidupan berbangsa.
“Korupsi di Indonesia bukan lagi sekadar pelanggaran hukum. Ini sudah menjadi budaya busuk yang diwariskan dari generasi ke generasi. Kita harus memiliki integritas, punya budaya malu, dan berani menolak praktik kotor ini,” ujar Rahmad dalam wawancara khusus memperingati Hari Antikorupsi Sedunia 9 Desember 2025.
Ia menegaskan bahwa setiap rupiah yang digelapkan oleh pejabat negara berarti ada rakyat yang kehilangan haknya. “Ketika pejabat mencuri uang negara, itu bukan hanya tindakan memperkaya diri. Itu kejahatan terhadap jutaan jiwa yang menggantungkan hidupnya pada keberlangsungan pembangunan,” ungkapnya.
Rahmad juga menyoroti cara berpikir sebagian pejabat yang menganggap uang negara sebagai peluang memperkaya diri maupun kelompok. Pola pikir yang ia sebut “merusak masa depan bangsa” ini hanya bisa dihentikan melalui tindakan luar biasa.
“Para pejabat negara jangan sekali pun tergoda melakukan korupsi. Uang itu bukan hak mereka. Mereka diberi amanah, bukan diberi peluang untuk memperkaya diri. Kita tidak boleh lagi mentolerir perilaku yang merugikan negara triliunan rupiah,” tegasnya.
Pada peringatan Hari Antikorupsi Sedunia 9 Desember 2025 ini, Rahmad menyampaikan dorongan paling tegas: koruptor harus dihukum mati.
“Korupsi harus dihukum mati. Ini bukan sekadar wacana. Jika negara ingin selamat, hukuman mati harus diberlakukan bagi koruptor kelas kakap. Tidak ada pilihan lain,” ujarnya dengan nada tegas.
Rahmad mendesak pemerintah dan DPR untuk segera melakukan revisi undang-undang yang dinilainya tidak lagi mampu memberikan efek jera. Ia menyebut revisi regulasi sebagai langkah krusial dalam pertarungan melawan korupsi yang semakin kompleks.
“Undang-undang harus direvisi dan mencantumkan hukuman mati sebagai sanksi paling tinggi. Kita tidak bisa terus membiarkan korupsi menghancurkan masa depan bangsa,” katanya.
Ia menambahkan, hukuman mati bukan bertujuan balas dendam, tetapi sebagai tindakan penyelamatan bangsa dari kehancuran moral dan ekonomi. Negara, menurutnya, harus memperlihatkan keberanian politik yang nyata.
Menutup pernyataannya, Rahmad Sukendar mengajak masyarakat untuk tidak berhenti bersuara. “Hari Antikorupsi Sedunia bukan hanya seremoni. Ini pengingat bahwa korupsi adalah musuh bersama. Kita harus bergerak bersama, dari rakyat hingga elit, untuk menghancurkan budaya korupsi yang telah mengakar.”(red)





