ard- news. Com// Rokan Hulu- Dugaan praktik pelanggaran aturan ketenagakerjaan terjadi di lingkungan perusahaan perkebunan PT Karya Cipta Nirvana (PT KCN) di Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau. Pasalnya, perusahaan yang mempekerjakan lebih dari sepuluh orang pekerja tersebut hingga kini belum memiliki Peraturan Perusahaan (PP) yang disahkan sesuai ketentuan hukum ketenagakerjaan Republik Indonesia.
Ketiadaan PP tersebut menyebabkan aturan kerja dibuat sepihak oleh perusahaan, tanpa melibatkan masukan atau kesepakatan dari pihak pekerja.
Fakta ini terungkap saat Pimpinan Unit Kerja Serikat Pekerja Perkebunan dan Kehutanan (PUK SPPK FSPMI) PT KCN menghadiri undangan klarifikasi dari Mediator Hubungan Industrial (HI) Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Rokan Hulu pada Kamis (6/10/2025).
Dalam pertemuan itu, serikat pekerja menyampaikan keberatan karena perusahaan telah memberikan Surat Peringatan Ketiga (SP3) kepada salah seorang pekerja, hanya berdasarkan Internal Memo dan SOP perusahaan yang dibuat sepihak, tanpa landasan PP atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
Mediator HI Disnaker Rohul, Rahmi Hidayat, SH, menegaskan bahwa penerapan sanksi terhadap pekerja harus mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2021.
“Karena perusahaan belum memiliki PP maupun PKB, maka rujukannya harus PP Nomor 35 Tahun 2021. Artinya, pemberian sanksi harus dilakukan secara bertahap — dimulai dari SP1, SP2, baru kemudian SP3,” jelas Rahmi.
Rahmi juga meminta agar PT KCN segera menyusun PP atau, bila serikat pekerja sudah terbentuk, segera menyusun Perjanjian Kerja Bersama (PKB) sebagai bentuk kepatuhan terhadap ketentuan hukum yang berlaku.
Sementara itu, pihak manajemen PT KCN yang diwakili Indra Manurung (Legal Service) dan Anggun Pangestuti (HRGA) mengaku bahwa perusahaan memang belum memiliki PP maupun PKB. Namun mereka berpendapat, pelanggaran yang dilakukan pekerja bersifat berat karena dianggap melakukan publikasi informasi perusahaan saat jam kerja, sehingga perusahaan menjatuhkan SP3.
Kendati demikian, mediator HI menegaskan kembali bahwa setiap sanksi kepada pekerja harus didasarkan pada ketentuan hukum yang sah dan tidak boleh menggunakan aturan internal semata.
Menyikapi hal itu, Wakil Direktur LBH FSPMI Provinsi Riau, Maulana Syafi’i, SH.I, menegaskan bahwa PT KCN harus berbesar hati mengakui kesalahan karena menerapkan sanksi tanpa dasar hukum yang sah.
Bersama pengurus PUK SPPK FSPMI PT KCN — Abdul Halim, Gugi Niverta Aries, Nanang Syahputra, dan Gunawan — Maulana meminta agar sanksi SP3 yang telah dijatuhkan dibatalkan dan diganti dengan SP1, sebagaimana rekomendasi Mediator HI Disnaker Rohul.
“Hadirnya serikat pekerja FSPMI di PT KCN adalah untuk menjadi mitra yang membangun — meningkatkan produktivitas perusahaan sekaligus memperjuangkan kesejahteraan pekerja,” ujar Maulana.
Ia juga menegaskan bahwa ketiadaan PP atau PKB di sebuah perusahaan merupakan bentuk pelanggaran terhadap ketentuan ketenagakerjaan. “Alangkah baiknya jika PT KCN segera menyusun PP dan PKB sebagaimana diamanatkan undang-undang,” imbuhnya.
Jika perusahaan tetap bersikukuh menerapkan SP3 tanpa dasar hukum yang jelas, LBH FSPMI Provinsi Riau memastikan akan mengawal kasus ini hingga tuntas.( Amir Hamzah)





