Ardnews.com- Nasional. Direktur Eksekutif Puspolrindo, Yohanes Oci, menanggapi serius pemberitaan terkait desakan Indonesia Corruption Watch (ICW) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar segera mengusut dugaan suap penghentian kasus bawang merah di Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur yang diberitakan oleh media Viva.co.id tanggal, 5 November 2025 pukul 20.14 WIB.
Yohanes Oci berpandangan bahwa kasus seperti ini tidak hanya mencoreng penegakan hukum, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum di daerah.
“Kalau benar ada praktik suap untuk menghentikan proses hukum, maka itu merupakan bentuk pengkhianatan terhadap keadilan dan supremasi hukum. KPK harus turun tangan karena publik butuh kejelasan dan transparansi,” tegas Yohanes Oci (6/11).
Yohanes menilai bahwa dugaan kasus suap terkait bawang merah ini menggambarkan betapa lemahnya pengawasan internal aparat penegak hukum di tingkat daerah. Ia menegaskan, perkara yang melibatkan komoditas pertanian rakyat kecil semestinya menjadi prioritas pengawasan, bukan justru menjadi ajang permainan kepentingan.
“Kasus ini menggambarkan ironi dalam penegakan hukum. Ketika rakyat kecil berjuang mempertahankan hasil pertaniannya, justru ada pihak-pihak yang bermain di belakang layar untuk mengamankan kepentingan ekonomi tertentu,” ujarnya.
Ia menekankan pentingnya KPK bertindak cepat agar tidak muncul persepsi bahwa lembaga antirasuah tersebut hanya tegas di pusat, namun tumpul di daerah. Ia menilai bahwa desakan ICW merupakan bentuk kontrol publik yang harus diapresiasi.
“KPK harus turun tangan agar menjamim integritas hukum hingga ke daerah. Kasus Manggarai ini bisa menjadi ujian apakah komitmen pemberantasan korupsi masih berjalan tegak atau tidak,” katanya.
Ia juga mengingatkan bahwa praktik dugaan suap semacam ini bukan hanya soal moralitas hukum, tetapi juga terkait tata kelola pemerintahan yang bersih dan akuntabel. Menurutnya, jika benar ada intervensi dalam penghentian penyelidikan kasus, maka aparat terkait harus segera diperiksa sesuai mekanisme etik dan pidana.
“Transparansi adalah kunci. Jangan sampai kasus ini menguap begitu saja karena tekanan politik atau kekuatan ekonomi lokal,” tambahnya. (Ard)





